Fakta Maluku – Di tengah dinamika pemerintahan desa, sering kali kita menyaksikan tarik-menarik kekuasaan antara Kepala Desa dan Camat.
Yang terbaru dan paling memprihatinkan. tindakan Camat yang secara sepihak memberhentikan Sekretaris Desa (Sekdes).
Pertanyaannya sederhana tapi mendasar, apakah Camat punya wewenang untuk memecat Sekdes? Jawabannya tidak!
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta peraturan turunannya, sudah sangat jelas. Sekretaris Desa adalah perangkat desa yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Desa, bukan Camat. Camat hanya berperan sebagai perpanjangan tangan Bupati untuk memberi rekomendasi, bukan mengambil alih kewenangan.
Jika Camat bisa memecat Sekdes seenaknya, maka kita sedang membuka pintu menuju kekacauan administratif. Desa sebagai entitas otonom dalam kerangka negara justru akan kehilangan martabatnya, diseret dalam politik kekuasaan di luar struktur hukum. Apakah ini yang kita kehendaki?
Wewenang bukan alat kekuasaan, melainkan amanah hukum. Jika seorang Sekdes diduga melakukan pelanggaran berat, maka prosedurnya sudah diatur. Kepala Desa membuat usulan, Camat memberikan rekomendasi, dan Bupati mengesahkan. Jika Kepala Desa abai, Camat bisa mengusulkan kepada Bupati tetap dalam koridor aturan.
Tindakan Camat yang bertindak sepihak justru bisa menjadi bumerang hukum cacat prosedur, cacat etika, dan membuka ruang gugatan di PTUN. Dalam negara hukum, tidak ada ruang bagi otoritarianisme birokratik.
Jika kita ingin tata kelola pemerintahan desa yang sehat, maka kita harus kembali ke hukum, bukan ke selera pribadi pejabat. Camat bukan algojo yang bisa menjatuhkan pedang kapan saja ia mau. Ia adalah fasilitator, bukan eksekutor. Maka, hormatilah hukum. Karena dari sanalah legitimasi kekuasaan lahir dan diuji.(NS)