Tolak Pilkada Lewat DPRD, Partai Buruh: Itu Jalan Mundur Demokrasi!

IMG 20250729 WA0186

FAKTA MALUKU, Tanimbar –Partai Buruh melancarkan kritik tajam terhadap dominasi partai politik di parlemen dalam pembentukan sistem pemilu nasional. Melalui Seminar Kebangsaan bertajuk “Redesain Sistem Pemilu Pasca putusan Mahkamah Konstitusi”, Partai Buruh menyuarakan perlawanan terhadap berbagai aturan yang selama ini dinilai mengerdilkan hak partai non parlemen dan mempersempit ruang demokrasi.

Digelar di The Tavia Heritage Hotel, Jakarta, Kamis (31/7/2025), forum ini menghadirkan sejumlah tokoh penting mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin, Ketua KPU RI M. Afifuddin, dan Wakil Presiden Partai  Said Salahudin. Seminar ini bukan hanya forum diskusi, melainkan juga panggung perlawanan terhadap sistem yang dianggap timpang dan manipulatif.

Dalam pernyataannya, Partai Buruh mengajukan enam isu strategis yang harus direformasi dalam revisi UU Pemilu pasca serangkaian putusan Mahkamah Konstitusi. Mereka menekankan bahwa hak konstitusional rakyat dan partai non parlemen harus menjadi fondasi utama perubahan.

1. Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal, Tegakkan Amar Putusan MK
Partai Buruh menolak segala bentuk manipulasi waktu pemilu. Pemilihan legislatif daerah dan kepala daerah harus dipisahkan dari pemilu nasional sesuai amar Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024.

2. Tolak Kembalinya Pilkada Lewat DPRD
Dengan tegas, Partai Buruh menolak gagasan indirect election untuk kepala daerah. Mereka menyebut upaya tersebut sebagai kemunduran demokrasi dan pengkhianatan terhadap kedaulatan rakyat.

3. Hapus Presidential Threshold, Stop Monopoli Politik!
Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 telah membuka jalan untuk mengakhiri syarat ambang batas pencalonan presiden. Bagi Partai Buruh, ambang batas adalah instrumen oligarki partai yang tak boleh lagi diberlakukan.

4. Parliamentary Threshold Harus Dihapus atau Diterapkan Per-Dapil
Melalui gugatan terbaru ke MK, Partai Buruh mendorong agar PT 4 persen dihapus atau dihitung berdasarkan suara per dapil, bukan nasional. Sistem saat ini dianggap membunuh representasi politik kelompok kecil.

5. Verifikasi Parpol Harus Ditetapkan MK, Bukan KPU
Menurut Partai Buruh, sistem verifikasi yang ditentukan KPU saat ini tidak transparan dan rawan dimanipulasi. Mereka mendesak agar mekanisme verifikasi ditentukan oleh MK, bukan melalui Peraturan KPU yang mudah dibengkokkan.

6. Pilkada Tanpa Ambang Batas: Semua Partai Harus Bisa Mencalonkan
Partai Buruh menyebut aturan ambang batas pencalonan kepala daerah sebagai tidak logis dan inkonstitusional. Mereka menuntut agar semua partai peserta Pemilu 2029 dapat mencalonkan kepala daerah tanpa hambatan kuota suara.

Dalam penutupan seminar, Said Salahudin menegaskan, “Kami tidak sekadar berbicara. Kami akan terus menggugat UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi demi menjamin bahwa suara rakyat tidak dibungkam oleh aturan buatan elite politik semata.”

Partai Buruh merekomendasikan agar penyusunan aturan pemilu yang menyentuh jantung kekuasaan partai-partai besar di DPR, sebaiknya ditetapkan langsung oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjamin keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum dalam demokrasi Indonesia.(NS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *