Tersandung Dugaan Pelanggaran Administrasi, Kepala SMA Negeri 42

SMA.jpg 1

FAKTA MALUKU, Tanimbar – Polemik pengelolaan keuangan di lingkungan SMA Negeri 42 Maluku Tengah (Malteng) kian memanas. Setelah sebelumnya mencuat dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kini muncul temuan baru yang lebih serius adanya pengangkatan guru PNS dari sekolah lain sebagai tenaga honorer sekaligus pengelola Dana Program Indonesia Pintar (PIP) di sekolah tersebut.

Fakta ini terungkap berdasarkan informasi internal yang diterima redaksi faktamaluku. Kepala SMA Negeri 42 Malteng, Yantje Loupatty, diketahui telah mengangkat Yohanes Latupeirissa, guru PNS dari SMP Negeri 16 Malteng, menjadi tenaga honorer di SMA Negeri 42 sejak tahun 2016. Selain berstatus guru PNS di sekolah lain, Latupeirissa juga dipercaya merangkap jabatan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Wali Kelas, sekaligus Penanggung Jawab Dana PIP siswa.

Penunjukan lintas jenjang tersebut bertentangan dengan ketentuan administrasi pendidikan, sebab pengangkatan guru antar satuan pendidikan negeri hanya dapat dilakukan melalui Surat Keputusan (SK) resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Maluku. Lebih jauh, pengelolaan Dana PIP yang merupakan bantuan langsung pemerintah pusat kepada siswa hanya boleh ditangani oleh pejabat atau guru yang berada dalam struktur sekolah penerima bantuan.

Langkah Kepala Sekolah Yantje Loupatty ini menuai kritik keras dari kalangan guru, komite sekolah, hingga orang tua siswa. Mereka menilai keputusan tersebut janggal dan berpotensi membuka ruang penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana pendidikan.

“Dana PIP seharusnya diterima siswa secara utuh tanpa potongan sedikit pun. Tetapi dalam praktiknya, terdapat laporan bahwa dana tersebut dipotong oleh pihak sekolah melalui penanggung jawab PIP,” ungkap salah satu sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan, Rabu (8/10/2025).

Berdasarkan ketentuan resmi, besaran Dana PIP untuk siswa SMA/SMK tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp1.800.000 per tahun untuk siswa kelas X dan XI, serta Rp900.000 untuk siswa kelas XII. Dana tersebut bertujuan meringankan beban biaya pendidikan bagi siswa dari keluarga tidak mampu dan wajib disalurkan secara utuh tanpa potongan dalam bentuk apa pun.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Sumber menyebut adanya pemotongan dana sebesar Rp75.000 per siswa yang dilakukan oleh penanggung jawab PIP.

“Siswa tidak menerima dana sesuai jumlah yang seharusnya. Ada potongan yang tidak jelas dasar hukumnya,” ujar sumber tersebut.

Tak berhenti di situ, hasil penelusuran redaksi juga menemukan indikasi nepotisme dan rangkap jabatan dalam struktur keuangan sekolah. Bendahara Komite SMA Negeri 42 Malteng diketahui merupakan guru ASN dari SMA Negeri 7 Malteng yang juga mengajar sebagai tenaga honorer di sekolah tersebut. Guru itu disebut sebagai adik kandung Kepala Sekolah Yantje Loupatty.

“Posisi strategis seperti bendahara dan beberapa jabatan lain diisi oleh kerabat dekat kepala sekolah. Sementara ASN lain yang lebih berkompeten tidak diberi peran,” ungkap sumber lain di internal sekolah.

Sejumlah pemerhati pendidikan mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Maluku dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pengelolaan dana di SMA Negeri 42 Malteng.

Akademisi Universitas Pattimura sekaligus Pemerhati Pendidikan Maluku, Samuel Patra Ritiauw, menilai bahwa praktik semacam ini telah melampaui batas administrasi dan melanggar prinsip tata kelola keuangan publik.

“Jika guru PNS dari sekolah lain bisa diangkat menjadi pengelola dana PIP di satuan pendidikan berbeda tanpa dasar hukum, itu bentuk pelanggaran struktural yang serius. Dinas Pendidikan harus bertindak, karena ini bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga menyangkut akuntabilitas penggunaan dana negara,” tegas Ritiauw.

Sementara itu, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Ambon di Saparua, Asmin Hamja, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengantongi data awal terkait dugaan penyimpangan tersebut.

“Tim penyelidik sudah bergerak. Kami telah memintai keterangan sejumlah pihak, dan seluruh proses akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” ujar Asmin Hamja, dikutip dari delikmaluku29news.com.

Kasus di SMA Negeri 42 Malteng kini menjadi potret buram lemahnya sistem pengawasan internal sekolah dan minimnya kontrol dari Dinas Pendidikan terhadap pengelolaan dana bantuan pemerintah. Pengangkatan lintas satuan pendidikan tanpa SK resmi dan dugaan pemotongan Dana PIP memperlihatkan bahwa prinsip transparansi dan akuntabilitas publik di sektor pendidikan belum berjalan efektif.

Jika praktik semacam ini tidak segera ditertibkan, konsekuensinya bukan hanya kerugian bagi siswa penerima bantuan, tetapi juga hilangnya kepercayaan publik terhadap integritas lembaga pendidikan negeri. Dinas Pendidikan Provinsi Maluku dan aparat hukum diharapkan segera melakukan audit menyeluruh dan penindakan tegas agar supremasi hukum dan etika birokrasi dalam dunia pendidikan benar-benar ditegakkan.(NS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *