Sambut L-Beaumanity, Wabup Tanimbar Serukan Pentingnya Sastra sebagai Pilar Kebudayaan

IMG 20250601 053043 scaled

Fakta Maluku, Padang – Wakil Bupati Kepulauan Tanimbar, Juliana Ch. Ratunak, tampil menyampaikan pesan kuat tentang makna puisi dan kemanusiaan dalam peluncuran dua buku puisi monumental dan seminar internasional sastra yang digelar di Universitas Negeri Padang, Sabtu (31/5/2025).

Kegiatan bertajuk Poetry Book Launching & Discussion ini menghadirkan dua karya “L-Beaumanity Love, Beauty and Humanity The Voice of The Voiceless” karya Leni Marlina, dan “Delula Jaya” karya Yusuf Achmad, serta dirangkai dengan International Seminar on Poetry (IOSOP) 2025.

IMG 20250531 WA0078 scaled

Dalam sambutannya, Wabup Ratuanak menyebut bahwa puisi memiliki ruh spiritual dan kekuatan peradaban. Dirinya memuji “L-Beaumanity” sebagai karya yang menyuarakan luka, cinta, dan perlawanan terhadap ketidakadilan secara puitik namun tajam.

“Buku ini bukan hanya antologi puisi. Ia adalah gema dari suara-suara yang lama tak terdengar. Ia menolak diam di hadapan luka kemanusiaan. Inilah kekuatan puisi, menjembatani yang jauh dan yang dekat, yang asing dan yang akrab,” tegas Ratuanak.

Sebagai pemimpin daerah yang kaya nilai adat dan budaya, Wakil Bupati menyatakan dirinya merasa terhubung dengan semangat kemanusiaan yang diusung dalam karya tersebut.

Menurutnya, di Tanimbar, sastra bukan sekadar ekspresi seni, tapi juga pelita batin dan suara keberadaban.

Dirinya memberikan apresiasi khusus terhadap kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Biak Numfor dan Komunitas Suara Anak Negeri yang dinilainya telah membuka ruang bagi narasi otentik dari perempuan, anak negeri, dan masyarakat adat di pelosok Indonesia.

“Sudah saatnya suara-suara dari pinggiran diberi ruang. Mereka bukan hanya objek berita, mereka adalah subjek sejarah, pemilik kisah yang layak diangkat dengan hormat,”kata Ratuanak dengan penuh empati.

Empat dimensi utama yang ditangkapnya dari karya Leni Marlina, yakni perdamaian dan refleksi, keindahan dan keajaiban, perjuangan untuk kemanusiaan, serta cinta yang melampaui batas, disebutnya sebagai pilar yang memperkuat makna puisi di tengah dunia yang gamang dan gaduh.

“Buku ini adalah undangan untuk berhenti sejenak, merenung, dan memulihkan nilai-nilai yang mulai tergerus. Ia menyentuh, menggugah, dan akan bergema jauh melampaui auditorium ini,” pungkasnya.

Acara yang berlangsung secara luring dan daring ini diikuti tokoh pendidikan, budayawan, sastrawan, dan penggiat literasi dari berbagai daerah dan negara. Kegiatan ini tidak hanya menjadi panggung bagi sastra, tetapi juga ruang penting untuk merenungkan ulang makna kemanusiaan dalam karya-karya kata.(NS) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *