FAKTA MALUKU, Tanimbar – Janji manis kelulusan seleksi TNI berujung mimpi buruk bagi seorang ibu rumah tangga asal Desa Ritabel, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Dengan dalih “jalur orang dalam”, sindikat penipu berhasil menggasak lebih dari Rp100 juta milik korban. Aktor-aktor dalam jaringan ini bahkan menyaru sebagai “komandan” dan petugas perekrutan.
Korban, Loisa Rahel Lakfo, mengungkapkan kisah pahit yang dialaminya kepada media ini. Pada bulan November 2024, saat putranya David Sanamasse mengikuti seleksi calon prajurit TNI di Ambon, ia sedang berada di Larat. Di sanalah awal musibah itu bermula.
“Saya diajak bicara oleh seseorang yang tahu anak saya sedang ikut tes TNI. Orang itu lalu menyarankan saya temui seseorang bernama Eta Singerin yang katanya bisa bantu proses kelulusan,” ungkap Loisa kepada media ini, Rabu (9/7/2025).
Eta kemudian mempertemukannya dengan seseorang bernama Pak Saleh alias Pak Muslim, yang mengaku sebagai “komandan”. Komunikasi berlangsung lewat telepon dan WhatsApp. Dalam pembicaraan, “Pak Komandan” menyatakan bahwa Eta adalah rekan lamanya dan bisa dipercaya.
“Ibu Eta sudah lama kerja sama dengan saya. Apa yang dia sampaikan itu benar,” begitu kata-kata yang dilontarkan Saleh untuk memperkuat skenario mereka.
Dari sinilah Loisa mulai terjerat. Dengan dalih administrasi dan biaya “akses”, korban diminta mengirim uang bertahap mulai dari biaya pulsa Rp5 juta, “uang tanda jadi” Rp16 juta, hingga transfer lain yang terus berlanjut. Tak tanggung-tanggung, total kerugian korban mencapai lebih dari Rp100 juta.
Yang lebih mencengangkan, skema penipuan ini dikemas rapi. Dalam percakapan digital, Saleh menawarkan dua opsi “kelulusan” jalur Tamtama Rp40 juta, dan jalur Bintara Rp80 juta. Keluarga korban tergiur dan berupaya memenuhi tuntutan tersebut.
Namun kenyataan berbicara lain. David gagal dalam seleksi resmi, dan para pelaku mulai saling lempar tanggung jawab. Muncul nama baru Frans Patean, yang disebut sebagai pihak yang “tidak melaporkan data ke komandan”, sehingga menggagalkan kelulusan.
Setelah uang habis, ketiganya menghilang. Nomor mereka sulit dihubungi. Eta menghindar, Saleh tak bisa dilacak, dan Frans tak menunjukkan itikad baik malah mulai kembali dengan janji palsu.
Dengan bukti kuat berupa rekaman komunikasi, bukti transfer, serta saksi pertemuan, korban akhirnya memutuskan akan melaporkan kasus ini ke Polsek Tanimbar Utara pada 11 Juli 2025. Dalam laporannya, korban menegaskan bahwa dirinya mengalami kerugian besar, baik materiil maupun moril, dan menuntut proses hukum ditegakkan.
Redaksi fakyamaluku.com masih berupaya mengonfirmasi identitas dan keberadaan para terlapor. Kasus ini juga membuka peluang bagi aparat berwenang, khususnya Kodim dan Korem di wilayah Maluku, untuk mempertegas kembali sistem rekrutmen yang transparan, bebas KKN, dan tidak mentolerir permainan oknum dengan embel-embel “orang dalam”.(NS)