Diduga Langgar Wewenang, Camat Selaru Disorot: Pengacara Adaut Desak Bupati KKT Bertindak

IMG 20250515 WA0122

Fakta Maluku, Tanimbar – Aroma penyimpangan prosedur mulai tercium dari ujung selatan Kepulauan Tanimbar. Pengesahan sepihak dokumen pengalihan kuasa atas lahan seluas 700 hektare di Desa Adaut oleh Camat Selaru, menuai reaksi keras dari kalangan masyarakat adat. Yang paling vokal Yohanis Laritmas, S.H., M.H. seorang advokat dan putra asli Adaut.

Dalam keterangan tertulisnya, pada Minggu (18/5/2025), Laritmas menilai tindakan Camat Selaru pada 8 April 2025 itu sebagai pelanggaran serius terhadap tata kelola pemerintahan dan hak-hak masyarakat adat.

 

“Camat bukan pejabat pertanahan. Ia tidak punya kewenangan mengesahkan dokumen strategis semacam ini tanpa koordinasi dengan Bupati. Ini pelampauan wewenang, bahkan bisa dikategorikan sebagai tindakan administratif ilegal,” tegas Laritmas.

Surat keberatan telah dilayangkan. Isinya jelas: desakan agar Bupati Kepulauan Tanimbar segera mengevaluasi tindakan Camat Selaru dan mengambil langkah hukum serta administratif yang tegas.

“Ini bukan masalah pribadi. Ini soal integritas pemerintahan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Kalau tindakan seperti ini dibiarkan, maka birokrasi kecamatan bisa menjadi pintu masuk bagi manipulasi atas tanah adat,” katanya.

Laritmas juga menyinggung ketiadaan partisipasi publik dalam proses pemberian kuasa atas lahan tersebut. Baginya, itu adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip free, prior and informed consent (FPIC) yang telah menjadi standar internasional dalam perlindungan masyarakat adat.

Dengan nada emosional namun tajam, Laritmas menegaskan bahwa tanah bagi orang Adaut bukanlah aset yang bisa diperdagangkan secara sepihak.

“Ini tanah leluhur kami. Kami tidak akan tinggal diam jika ada yang mencoba mengambil atau memperjualbelikannya di balik meja. Proses pembangunan tidak bisa berdiri di atas pengingkaran terhadap sejarah dan identitas adat,” ujarnya.

Ia menyatakan siap melakukan pendampingan hukum bagi masyarakat, bahkan jika harus membawa kasus ini ke meja hijau.

Kini, sorotan publik tertuju ke Bupati KKT. Apakah akan diam, atau mengambil sikap tegas terhadap bawahannya yang diduga menyalahgunakan kewenangan?

Kejadian ini menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah dalam menjaga tata kelola daerah yang bersih, transparan, dan berpihak pada masyarakat adat.

Jika tak segera ditindak, bukan tak mungkin Selaru menjadi preseden buruk dalam pengelolaan konflik lahan di wilayah lain.(NS) 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *