Fakta Maluku, Tanimbar – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) menaruh perhatian serius terhadap maraknya laporan masyarakat terkait dugaan penyelewengan Dana Desa serta pelanggaran etik aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan Komisi I dan II DPRD yang digelar di Ruang Paripurna, Jumat (23/5/2025).
Rapat tersebut menghadirkan Koordinator, Pimpinan, dan Anggota kedua komisi sebagai bentuk respons atas pengaduan warga dari enam desa, masing-masing: Wowonda, Labobar, Namtabung, Arma, Tutukembong, dan Kamatubun.
Salah satu laporan paling menonjol berasal dari Desa Wowonda, di mana masyarakat mempertanyakan pemanfaatan Dana Desa sebesar Rp1,3 miliar yang dinilai tidak membawa dampak berarti bagi pembangunan desa. Proyek-proyek yang dijanjikan justru dilaporkan mangkrak dan tidak jelas kelanjutannya.
Dugaan penyelewengan anggaran juga mencuat di Desa Namtabung, di mana sekretaris desa disebut-sebut terlibat langsung dalam praktik manipulasi keuangan desa.
Situasi tidak kalah memprihatinkan terjadi di Desa Tutukembong, di mana warga mengungkap adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur desa yang merangkap beberapa jabatan sekaligus. Aparatur tersebut juga diduga memiliki kekayaan yang tidak sebanding dengan pendapatan resminya.
Sementara itu, di Desa Arma, masyarakat melaporkan pelanggaran kode etik oleh oknum BPD. Seorang sekretaris BPD dilaporkan melakukan tindak kekerasan terhadap warga, sementara seorang anggota lainnya tercatat tidak pernah aktif selama sembilan bulan tanpa dikenai sanksi ataupun evaluasi.
Dari Desa Amdasa, laporan datang langsung dari kepala desa yang mengungkap perilaku tidak etis mantan sekretaris desa yang diduga kerap mengajak masyarakat menonton film porno. Praktik menyimpang ini memicu kegelisahan dan keresahan di tengah warga desa.
Ketua DPRD KKT, Richie Laurens Anggitto, menegaskan bahwa forum RDP ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan legislatif terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
“Ini bukan sekadar formalitas, tetapi langkah konkret DPRD dalam mengawal transparansi, akuntabilitas, dan etika pemerintahan di tingkat desa,” tegas Richie kepada media ini, Sabtu (24/5/2025).
Richie menambahkan, karena tidak semua pelapor maupun terlapor hadir dalam forum, DPRD akan segera melakukan verifikasi lapangan (on the spot) guna memastikan keabsahan seluruh laporan.
“Kami ingin semua informasi yang diterima DPRD benar-benar valid. Maka kami akan turun langsung ke desa-desa yang bersangkutan,” ujar dia.
Dirinya memastikan bahwa hasil RDP ini akan ditindaklanjuti secara kelembagaan. Termasuk membuka ruang evaluasi terhadap aparatur desa dan anggota BPD yang terbukti melakukan pelanggaran hukum maupun etik.(NS)